Protokol keracunan MBG menjadi kebutuhan mendesak bagi tenaga pendidik SLB di Indonesia. Keracunan MBG telah merenggut korban lebih dari 5.000 siswa di seluruh Indonesia. Jawa Barat mencatat 2.012 kasus keracunan, menjadikannya provinsi dengan korban terbanyak.
Tenaga pendidik SLB harus memahami gejala awal keracunan makanan pada siswa berkebutuhan khusus. Mual, muntah, diare, dan sakit perut merupakan tanda bahaya yang perlu diwaspadai. Siswa disabilitas seringkali kesulitan mengkomunikasikan keluhan mereka, sehingga observasi ketat menjadi kunci utama.
Langkah pertama saat terjadi keracunan MBG adalah menghentikan distribusi makanan segera. Selanjutnya, hubungi fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan medis cepat. Dokumentasikan semua gejala yang dialami siswa dengan detail dan akurat.
Koordinasi dengan orang tua siswa menjadi prioritas utama dalam protokol ini. Sampaikan informasi kondisi anak dengan jelas dan objektif kepada keluarga. Badan Gizi Nasional telah menetapkan standar keamanan pangan yang harus dipenuhi dapur MBG.
Kekecewaan orang tua dan guru terhadap program MBG semakin menguat seiring bertambahnya korban. Kritik tajam muncul karena dugaan kepemilikan dapur MBG oleh pejabat dan anggota dewan. Investigasi mendalam diperlukan untuk mengungkap jaringan kepentingan di balik program ini.
Sekolah seperti SLB Nur Abadi harus menyiapkan protokol khusus untuk menghadapi situasi darurat. Tenaga pendidik perlu mendapat pelatihan berkelanjutan tentang penanganan keracunan makanan. Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan kelalaian dalam pengawasan program MBG yang merugikan masa depan anak bangsa.
Pencegahan keracunan MBG membutuhkan kolaborasi semua pihak untuk melindungi siswa. Transparansi dalam pengelolaan program menjadi kunci pemulihan kepercayaan masyarakat.



Comments are closed